Temanku Fina pernah nanya ke aku. “Fir, semakin panjang jilbab seseorang berarti semakin tinggi tingkat keimanannya kah?” (waktu itu, jilbabku rada panjangan)
Aku yang waktu itu masih belum cukup ilmu, jawab : ih, nda ji, bla bla bla
Aku rada lupa sm jawaban aku waktu itu. Intinya aku bilang nggak. Klo nggak salah, aku juga bilang, klo Allah itu nggak ngeliat rupa kita yang diluar, tp Allah subhana wata’ala ngeliat hati dan tingkat ketakwaan kita.
Klo nggak salah, aku jawab seperti itu.
Seiring berjalannya waktu, aku sadar klo jawaban aku waktu itu, kurang tepat. Dari perenungan yang cukup lama (alah..) aku sadar, kalo seharusnya bukan jawaban itu yang keluar dari mulut aku.
Aku seharusnya bilang: jilbab panjang=tingkat keimanan bertambah? Idealnya begitu. Klo niatnya benar, memanjangkan jilbab semata2 sebagai amalan dan aplikasi ilmu, boleh jadi itu sebagai indikasi imannya bertambah.
Sebenarnya, klo bilang indikasi iman bertambah tuh harus hati2 juga. Sebab, yang bisa nentuin iman itu nambah atau tidak, tinggi atau rendah kan cuma Allah. Tp kita harus ingat jg, defenisi iman itu apa?
Iman adalah yakin. Meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Nah, klo mmemakai jilbab syar’I semata2 sebagai wujud ketaatan kepada Allah, boleh jadi tingkat keimanannya naik. Sebab iman itu akan bertambah dengan ketaatan kepada Allah. Ditambah lagi dengan defenisi iman yang tidak hanya diyakini dengan hati dan diucapkan dengan lisan, tp tingkat tertinggi adalah diamalkan dengan perbuatan.
Kita yakin akan keberadaan Allah, Malaikat, KitabNya, Rasulnya,,
Nh, klo kita liat di Alqur’an dan Assunnah, disitu ada perintah berhijab dan bagaimana itu hijab yang syar’i. kita meyakini rukun iman. Mengucapkan. Dan wujud keyakinan itulah yang akhirnya tertuang dalam bentuk ketaatan dengan melaksanakan perintahnya.
Bertele-tele yh,, afwan,,
Ok, langsung kesimpulannya ajh kali yah,,
Tinnginya ttingakat keimanan seseorang itu cuma Allah yang bisa ngeliat. Diri kita ataupun orang lain sebenarnya bisa ngeliat juga. Tandanya, kita senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah.
Mengenakan jilbab yang syar’I jika diniatkan sebagai bentuk ketaatan, boleh jadi itu adalah indikasi bagi org tersebut bahwa keimanannya sedang naik.
Lain halnya jika mengenakan jilbab syar’I itu Cuma pengen di puji, ikut2an, dll, yang notabene bukan semata2 wujud ketaatan dan wujud ibadah kita kpd Allah, boleh jadi itu bukannya tanda keimannya seseorang, tp semakin mennujukkan bahwa keimannya sedang turun.
Intinya, tergantunng niat. Dan kuncinya: iman itu akan bertambah dengan ketaatan, ada akan berkurang dengan kemaksiatan.
Ya, untuk saat ini, dengan ketebatasan ilmu yang sudah kudapat, dan menurut pemahamanku, itulah jawaban yang terbaik.
Waktu memang gak bisa diputar ulang. Berharap merubah jawaban yang dulu terlontar dari mulutku untuk temanku itu adalah hal yang mustahil. Pintu masa lalu sudah tertutup. Banyak2 berdo’a kpd Allah ajh. Semoga, temanku Fina mendapatkan petunjuk, hidayah, ilmu yang syar’I lewat perantaraan orang lain. Semoga pemahamannya yang salah, sebab aku bisa Allah perbaiki. Semoga Allah mengampuni dosa2ku yang telah salah berucap
Semoga ini bisa jadi pelajaran buat kedepannya.
Jadi motovasi buat belajar lagi. Mengamalkan ilmu yang dah didpt. Dan lebih berhati2 dalam berucap. Ucapan apapun itu. Serius ataupun bercanda. Ingat selalu, sekecil apapun perkataan yang kita ucapkan,kita tidak pernah tau klo jangan2 dengannya orang akan tersinggung, sakit hati. Ingat juga, sekecil apapun perkataan yang kita ucapkan akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti…
Aku yang waktu itu masih belum cukup ilmu, jawab : ih, nda ji, bla bla bla
Aku rada lupa sm jawaban aku waktu itu. Intinya aku bilang nggak. Klo nggak salah, aku juga bilang, klo Allah itu nggak ngeliat rupa kita yang diluar, tp Allah subhana wata’ala ngeliat hati dan tingkat ketakwaan kita.
Klo nggak salah, aku jawab seperti itu.
Seiring berjalannya waktu, aku sadar klo jawaban aku waktu itu, kurang tepat. Dari perenungan yang cukup lama (alah..) aku sadar, kalo seharusnya bukan jawaban itu yang keluar dari mulut aku.
Aku seharusnya bilang: jilbab panjang=tingkat keimanan bertambah? Idealnya begitu. Klo niatnya benar, memanjangkan jilbab semata2 sebagai amalan dan aplikasi ilmu, boleh jadi itu sebagai indikasi imannya bertambah.
Sebenarnya, klo bilang indikasi iman bertambah tuh harus hati2 juga. Sebab, yang bisa nentuin iman itu nambah atau tidak, tinggi atau rendah kan cuma Allah. Tp kita harus ingat jg, defenisi iman itu apa?
Iman adalah yakin. Meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Nah, klo mmemakai jilbab syar’I semata2 sebagai wujud ketaatan kepada Allah, boleh jadi tingkat keimanannya naik. Sebab iman itu akan bertambah dengan ketaatan kepada Allah. Ditambah lagi dengan defenisi iman yang tidak hanya diyakini dengan hati dan diucapkan dengan lisan, tp tingkat tertinggi adalah diamalkan dengan perbuatan.
Kita yakin akan keberadaan Allah, Malaikat, KitabNya, Rasulnya,,
Nh, klo kita liat di Alqur’an dan Assunnah, disitu ada perintah berhijab dan bagaimana itu hijab yang syar’i. kita meyakini rukun iman. Mengucapkan. Dan wujud keyakinan itulah yang akhirnya tertuang dalam bentuk ketaatan dengan melaksanakan perintahnya.
Bertele-tele yh,, afwan,,
Ok, langsung kesimpulannya ajh kali yah,,
Tinnginya ttingakat keimanan seseorang itu cuma Allah yang bisa ngeliat. Diri kita ataupun orang lain sebenarnya bisa ngeliat juga. Tandanya, kita senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah.
Mengenakan jilbab yang syar’I jika diniatkan sebagai bentuk ketaatan, boleh jadi itu adalah indikasi bagi org tersebut bahwa keimanannya sedang naik.
Lain halnya jika mengenakan jilbab syar’I itu Cuma pengen di puji, ikut2an, dll, yang notabene bukan semata2 wujud ketaatan dan wujud ibadah kita kpd Allah, boleh jadi itu bukannya tanda keimannya seseorang, tp semakin mennujukkan bahwa keimannya sedang turun.
Intinya, tergantunng niat. Dan kuncinya: iman itu akan bertambah dengan ketaatan, ada akan berkurang dengan kemaksiatan.
Ya, untuk saat ini, dengan ketebatasan ilmu yang sudah kudapat, dan menurut pemahamanku, itulah jawaban yang terbaik.
Waktu memang gak bisa diputar ulang. Berharap merubah jawaban yang dulu terlontar dari mulutku untuk temanku itu adalah hal yang mustahil. Pintu masa lalu sudah tertutup. Banyak2 berdo’a kpd Allah ajh. Semoga, temanku Fina mendapatkan petunjuk, hidayah, ilmu yang syar’I lewat perantaraan orang lain. Semoga pemahamannya yang salah, sebab aku bisa Allah perbaiki. Semoga Allah mengampuni dosa2ku yang telah salah berucap
Semoga ini bisa jadi pelajaran buat kedepannya.
Jadi motovasi buat belajar lagi. Mengamalkan ilmu yang dah didpt. Dan lebih berhati2 dalam berucap. Ucapan apapun itu. Serius ataupun bercanda. Ingat selalu, sekecil apapun perkataan yang kita ucapkan,kita tidak pernah tau klo jangan2 dengannya orang akan tersinggung, sakit hati. Ingat juga, sekecil apapun perkataan yang kita ucapkan akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti…